Pages

Monday, 24 November 2014

PSYCHOLOGY OF PEDODONTIC

DEFINISI PSIKOLOGI PADA ANAK

Psikologi anak adalah cabang ilmu psikologi yang mempelajari tentang perubahan yang terjadi dalam perkembangan anak, baik secara jasmani ataupun mental.

Psikologi anak adalah dasar pengetahuan yang digunakan dan dikembangkan dengan mempelajari persamaan dan perbedaan pada fungsi-fungsi psikologi manusia dalam menjalani siklus kehidupan.






















KLASIFIKASI PSIKOLOGI PADA ANAK

Menurut Wright
1. Kooperatif
Anak-anak yang kooperatif terlihat santai dan rileks. Mereka sangat antusias menerima perawatan dari dokter. Mereka dapat dirawat dengan sederhana dan mudah tanpa mengalami kesulitan pendekatan tingkah laku (perilaku)/
2. Kurang Kooperatif
Pasien ini termasuk anak-anak yang sangat muda. Dimana komunikasinya belum baik dan tidak dapat memahami komunikasi dengan baik. Karena usia mereka tergolong dalam pasien kurang kooperatif. Kelompok lain yang masuk dalam pasien kurang adalah pasien yang memiliki keterbatasan yang spesifik untuk anak-anak untuk golongan ini. Suatu waktu teknik pengolahan tingkah laku secara khusus diperlukan ketika perawatan dilakukan perubahan tingkah laku secara immediate yang positif yang dapat diperkirakan.
3. Potensial Kooperatif
Secara karakteristik yang termasuk dalam kooperatif potensial adalah tingkah laku. Tipe ini berbeda dengan anak-anak yang kooperatif karena anak-anak ini mempunyai kemampuan untuk kooperatif. Ini merupakan perbedaan yang penting. Ketika memiliki ciri khas sebagai pasien yang kooperatif potensial tingkah laku anak tersebut bisa diubah menjadi kooperatif.


Muthu MS, Sivakumar N. Pediatric Dentistry Principles & Practice. Delhi : Elsevier. 2009.
TEKNIK-TEKNIK ATAU BENTUK-BENTUK KOMUNIKASI YANG EFEKTIF ANTARA DOKTER DENGAN ORANGTUA (PASIEN) DAN DOKTER DENGAN ANAK (PASIEN)

DOKTER DENGAN ORANGTUA

1. Mendengarkan
Sama dengan wawancara medis pada umumnya, selain memberi salam dan memperkenalkan diri, dokter juga memperlihatkan kepada orangtua sebagai pendengar yang baik. Semua itu diwujudkan, baik melalui kata-kata maupun bahasa tubuh (body language), seperti cara kita duduk yang condong ke depan, menatap mata, menunjukkan perhatian, merespon semua kata dan tanda nonverbal lainnya. Contoh, ketika kita menanyakan cara menyiapkan botol susu pada ibu yang anaknya diare, dari mimik wajah ibu menunjukkan ekspresi kurang mengerti. Dari sini, dokter harus menjelaskan bahwa kebersihan botol merupakan salah satu penyebab diare. Pada wawancara medis dengan orangtua., komunukasi nonverbal harus diperlukan sama dengan komunikasi verbal. Kadang-kadang jeda waktu perlu diberikan untuk memberi kesempatan orangtua mengingat riwayat penyakit anaknya atau menenangkan emosinya. Tidak dianjurkan melakukan wawancara sambil melakukan pemeriksaan fisik karena dapat menghilangkan kontak mata. Kecuali kalau dokter masih menemukan sesuatu yang aneh pada pemeriksaan fisik.
2. Memfasilitasi Dialog
Cerita orangtua harus ditanggapi dengan penuh empati. Jangan melakukan interupsi atau mengubah pokok bahasan atau memberi komentar yang menghakimi. Jangan pula membuat diagnosis yang terlalu dini yang dapat mempengaruhi orangtua. Untuk permulaan cukup ucapkan, “Ceritakan lebih jauh tentang…” atau “tentu keadaan ini sangat berat bagi ibu. Hal yang sering dilema dalam wawancara medis, yaitu keinginan orangtua lebih santai dan merasa diperhatikan. Hal ini akan membuat interaksi berikutnya akan lebih lancar. Selanjutnya, peliharalah hubungan pasien-dokter yang sudah terjalin dengan baik.
Menuntun dalam melakukan wawancara dan tidak mendominasi. Pertanyaan yang umum sebagai pembuka, dapat membimbing orangtua untuk lebih mudah diajak berkomunikasi. 
3. Sopan Santun
Sopan santun umum yang berlaku harus diterapkan, termasuk sikap penuh atensi/peduli. Misalnya, “Silahkan duduk, maaf ya kursinya Cuma dua.” (Dikatakan pada pasien anak yang diantar rombongan besarnya) “Banyak sekali ya bawaannya, jangan sampai ketinggalan lho,” atau “ini tisu untuk membersihkan ingusnya andy”, atau “maaf ya lama menunggu, saya masih ada pasien gawat yang harus ditangani terlebih dahulu.” Sebagian besar orangtua senang situasi yang bersahabat dan professional daripada suasana yang kaku, dokter yang sombong, merasa dibutuhkan atau seperti sedang berbisnis.
DOKTER DENGAN ANAK

Komunikasi dengan anak dapat dilakukan sejak awal pertemuan, misalnya dengan cara, “Ayo salam dulu dengan Bu Dokter,” atau “Wah bagus ya bajunya hari ini, milih sendiri ya?” atau “Lama tidak ketemu, sekarang sudah tambah tinggi dan cantik ya.” Dengan adanya kontak awal yang baik, akan terbina hubungan pasien-dokter yang baik pula. Disamping itu, secara tidak langsung kita dapat mendiagnosis suatu penyakit. Hal itu dapat terdeteksi ketika melakukan kontak fisik awal, “Salamnya kok lemah… apa ada parese? Atau kontak mata, “kok tidak ada…apa ada autis?” untuk pasien bayi dapat diajak tersenyum. Dari sini, kita dapat mengetahui apakah bayi membalas senyum atau tidak. Perilaku dokter dalam wawancara dengan anak sering menjadi contoh bagi orangtua bagaimana berkomunikasi yang baik dengan anak.







Soetjiningsih. Modul Komunikasi Pasien-Dokter. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. H 81-84