Pages

Saturday, 19 April 2014

CONTOH MAKALAH LARUTAN BUFFER dan ALFA NAFTOL

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Larutan mempunyai peranan penting dalam berbagai proses yang berlangsung disekitar kita. Cairan tubuh manusia merupakan larutan beraneka ragam senyawa kimia. Semua zat makanan, sebelum di sebarkan oleh darah ke seluruh tubuh, diubah dulu menjadi zat yang mudah larut. Tumbuh tumbuhan mengambil makanan dan mineral dari tanah dalam bentuk larutan. Air laut tiada lain adalah larutan berbagai mineral yang berasal dari kulit bumi. Di laboratorium dan dibidang industri, sebaagian besar zat direaksikan dalam bentuk larutan.
Larutan didefinisikan sebagai  campuran homogen antara dua atau lebih zat. Suatu larutan tersususn dari komponen pelarut yang jumlahnya banyak, serta komponen zat terlarut yang jumlahnya sedikit.
Larutan = pelarut + zat terlarut.
Pelarut yang paling umum dimuka bumi ini adlah air. Disamping karena jumlahnya berlimpah  (72 % luas permukaan bumi diselimuti oleh air ), air memiliki kemampuan sangat besar untuk melarutkan berbagai macam zat. Oleh karena itu, percobaan kita sebagian besar akan terpusat pada larutan dalam air.
I.2 Maksud  dan tujuan
I.2.1 Maksud percobaan
Adapun maksud dari percobaan ini adalah untuk membuat larutan pereaksi.
I.2.2 Tujuan percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah
1.      Membuat larutan buffer pH 6, pH 7 dan pH 8
2.      Membuat larutan alfa Naftol
I.3 Prinsip percobaan
Prinsip percobaan ini adalah dengan membuat suatu larutan pereaksi buffer dan alfa naftol  yang  tersusun dari komponen pelarut yang jumlahnya banyak serta komponen zat terlarut yang jumlahnya sedikit  yang akan digunakan pada percobaan karbohidrat,reaksi uji protein, reaksi reaksi spesifik asam amino dan protein.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1  Teori umum
Larutan merupakan campuran homogen antara dua komponen zat atau lebih. Tiap tiap komponen bisa berupa gas, cair atau padat. Ada dua komponen yang paling penting dari suatu larutan yaitu komponen zat pelarut dan zat terlarut, dimana komponen zat pelarut lebih banyak dibanding komponen zat terlarut (3 ).
Untuk menentukan banyaknya zat terlarut dan pelarut dalam suatu larutan digunakan istilah “ kosentrasi larutan “. Kosentrasi larutan dapat dipakai untuk menentukan aspek kualitatif dan kuantitatif. Istilah encer dan pekat digunakan untuk menentukan aspek kualitatif. Larutan yang mengandung sedikit zat terlarut  disebut larutan encer, sebaliknya larutan yang mengandung  banyak zat terlarut disebut larutan pekat. Apabila dua atau lebih komponen yang  dicampurkan dan membentuk campuran homogen, larutan yang dihasilkan dapat berupa larutan fase gas, cair atau padat. Sehingga biasa disebut larutan gas, larutan cair, dan larutan padat. Banyak alloy dan semikonduktor dapat dimasukkan kedalam larutan padat. Atom atom logam terlarut, tersebar secara acak dan merata dalam atom atom logam lain. Campuran gas dalam pelarut padat tidak begitu jelas, misalnya logam paladium melarutkan gas gas hydrogen dalam jumlah yang cukup banyak. Hal ini telah dijelaskan dengan proses terikatnya molekul molekul hydrogen, pada permukaan logam palladium, proses ini disebut adsorbsi (4).
Sifat larutan yang tergantung pada banyaknya zat terlarut dalam satu larutan dan sama sekali tidak ditentukan zat terlarut, yang meliputi  (5):
1.      Penurunan tekanan uap jenuh
2.      Kenaikan titik didih
3.       Penurunan titik beku
4.      Tekanan osmotic
Konsentrasi larutan menyatakan banyaknya zat terlarut dalam suatu larutan. Satuan kosentrasi larutan yang paling banyak dipakai dalam ilmu kimia adalah molar. Sebagian besar larutan yang dijumpai di laboratorium dinyatakan kosentrasinya dalam satuan molar (M) (2).
Kemolaran adalah jumlah zat zat terlarut dalam tiap liter (dm3) larutan, atau jumlah mmol zat terlarut dalam tiap ml (cm3 )  larutan (3)
M = mol zat terlarut  / volume larutan ( dm3)
      
 M    = mmol zat terlarut / volume larutan (cm3)

Dari persamaan diatas dapat kita jabarkan beberapa persamaan sebagai berikut.
M = (1000/ml ) x mol zat terlarut
                                        
M = (1000/ml ) x g/Mr

Dimana
g : berat zat terlarut (gram )
Mr : berat molekul relatif zatr terlarut
Mol zat terlarut = M x V

mmol zat terlarut  = ml x V

Di laboratorium, kita sering harus mengencerkan  suatu larutan yang pekat, untuk memperoleh kemolaran yang dikehendaki. Perlu diingat bahwa yang dimaksudkan pengenceran adalah penambahan pelarut (air ) tanpa menambah zat terlarut. Karena volume larutan yang bertambah , sedangkan jumlah zat terlarut tetap, maka setiap pengenceran pasti memperkecil kosentrasi (3).

V1 x M1 = V2  x M2
Dimana :
V1 =  Volume sebelum pengenceran
M1 = kosentrasi sebelum pengenceran
V= volume setelah pengenceran
M2 = kosentrasi setelah pengenceran.
Kadang kadang kita membuat suatu larutan dengan cara mencampurkan dua larutan yang kemolarannya berbeda, dalam hal ini berlaku hubungan (5) :

M campuran = (V1 x  M1  + V2 x M2)  : ( V1 + V2 )

Disamping kemolaran, kita perlu mengenal beberapa kosentrasi lainnya yaitu  (4):
1.      Kemolalan (m)
 Kemolalan adalah jumlah mol zat terlarut dalam setiap 1000 g pelarut.

m = (1000/P ) x mol zat terlarut

Dimana :  P = berat pelarut (g)
Satuan molal (m) dipakai pada eksperimen yang melibatkan perubahan suhu, seperti menentukan titik didih dan titik beku larutan. Untuk percobaan seperti ini, satuan molar tidak cocok dipakai , sebab volume larutan dipengeruhi oleh suhu. Adapun satuan molal (m) sama sekali tidak mempengaruhi atau memperhitungkan volume, melainkan memperhitungkan massa yang tidak tergantung pada suhu.
2.      Fraksi mol  (X)
 Fraksi mol adalah perbandingan jumlah mol suatu zat terhadap jumlah total mol seluruh zat yang menyusun larutan.

X =  Mol zat terlarut / mol seluruh zat

3.      Persentase Berat
Persentase berat adalah jumlah gran zat terlarut dalam setiap 100 gram larutan
% = ( g zat terlaarut / g larutan ) x 100 %

Satuan % dapat kita ubah menjadi molar (M), melalui hubungan sebagai berikut larutan  Q % zat = Q gram zat dalam 100 fram larurtan.

Q gram zat = ( Q/Mr )  x mol

M = (10 x Q x Bj ) : Mr

Dimana : M= kemolaran
                Q=persen berat
                BJ=berat jenis larutan
                Mr=massa molar
4.      Normalitas (N)
 Normalitas didefinisikan sebagai jumlah larutan yang mengandung ekivalen zar terlarut setiap volume larutan 1 dm3. secara sederhana normal (N) dapat dinyatakan sbb:

N =  n x M

N = g ekivalen zat terlarut / Volume larutan

N = n  (Berat zat terlarut / massa ekivaalen x Volume larutan )

11.2. URAIAN BAHAN
1.  Buffer PH 5 111 hal 686)
Sinonim   : dapar atau penyangga
Pemerian : serbuk hablur putih
Kelarutan : larut perlahan lahan dalam air, larutan jernih, tidak berwarna.
2.  Buffer PH 6 (F1 111 hal 687)
 Sinonom  : Dapar atau penyangga
 Kelarutan : mudah larut dalam air
 Pemerian  : serbuk hablur putih
3.      Buffer PH 7 (f1.111 hal 687)
Sinonim    : Dapar  atau  penyanggah
Pemerian   : serbuk hablur putih
Kelarutan   : mudah larut dalam air
4.      Buffer PH 8 (f1.111. hal 687)
Sinonim     : dapar / penyanngah
Pemerian    : serbuk hablur putih
Kelarutan    : mudah larut dalam air
5.      Alfa – Naftol (f1 III hal 708)
Nama lain   : Alfa naftol
Pemerian    : hablur tidak berwarna /putih , serbuk hablur putih bau khas.
Kelarutan  : larut dalam 5 bagian atanol (95%) P membentuk larutan, tidak lebih dari agak keruh, tidak berwarna.
6.      NaOH ( FI III hal 412 )
Nama resmi   : Natrii hydroxydum
Nama lain      : Natrium hidroksida
BM / RM       : 40,0 / NaOH
Pemerian    : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keping, kering, keras, rapuh, dan menunjukan susunan hablur putih, mudah meleh basah, sangat alkalis dan korosif, segera menyerap karbondioksida.
Kelarutan         : Sangat mudah larut dalam air dan etanol (95 % ) p
Penyimpanan   : Dalam wadah tertutup baik
               Kegunaan         : Sebagai pereaksi
7.      Kalium dihidrogen fosfat ( FI III hal 687 )
     Nama resmi      : Kalii dihidrogen fosfat
     Nama lain         : Kalium dihidrogenfosfat
     RM                    : KH2PO4
     Pemerian           : Serbuk hablur putih
     Penyimpanan    : Dalam wadah tertutup baik
     Kegunaan          : Sebagai pereaksi

BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan bahan
III.1.1 Alat yang digunakan
1.      Botol semprot
2.      Corong
3.      Erlemeyer 100 ml
4.      Gelas kimia 100 ml
5.      Gelas ukur 10 ml
6.      Gelas arloji
7.      Labu ukur 200 ml
8.      Pipet tetes
III.1.2 Bahan yang digunakan
1.      Air suling
2.      Alfa- Naftol
3.      Etanol
4.      Kalium dihidrogenfosfat 0,2 M
5.      KH2SO4
6.      NaOH 0,2 N

III.2 CARA KERJA
1.      Buffer pH 6 (F1.III hal 755)
Dibuat dengan mencampur 12,0 ml kalium dihydrogenfosfat 0,2 M  dengan 7  ml NaOH 0,2 N dan diencerkan dengan air bebas karbondioksida p secukupnya hingga 250 ml.
2.      Buffer pH 7 (F1.III. hal 351)
Dibuat dengan mencampur 12,0 ml kalium dihidrogenfosfat 0,2 M dengan 36,375 ml NaOH 0,2 N dan diencerkan dengan air bebas karbodioksida P secukupnya  hingga 250 ml.
3.      Buffer pH 8 ( FI III hal 355 )
Dibuat dengan mencampur 12,0  ml Kalium dihidrogenfosfat 0,2 M dengan 57,625 ml NaOH 0,2 N dan diencerkan dengan air bebas karbondioksida P secukupnya hingga 250 ml . 
4.      Alfa-Naftol  (FI III hal 758 )
 Dibuat  dengan melarutkan 0,25 g alfa-Naftol kedalam etanol (95 % ) p dan dicukupkan hingga  25 ml .
5.      Kalium dihidrogen fosfat 0,2 M
Dilarutkan 6,8045 g KH2SO4 dalam air bebas karbondioksida  dan di cukupkan hingga 250 ml.

BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 TABEL
No
Senyawa
Berat / volume
1.
Etanol
25 ml
2.
Kalium dihidogen fosfat
6,8045 g KH2SO4
3.
Alfa-Naftol
0,25 g alfa-Naftol
4.
 NaOH 0,2 M
6,25 ml NaOH 6 N
5.
Buffer pH 6
12 ml Kalium dihirogen fosfat dan 7 ml NaOH 0,2 M
6.
Buffer pH 7
12 ml Kalium dihirogen fosfat dan 36,375 ml NaOH 0,2 N
            7.             Buffer pH 8                 12 ml Kalium dihidrogen
                                                                 fosfat  dan 57,625         ml
                                                                 NaOH 0,2 M

IV.2 Perhitungan
1.      Buffer pH 6
Jumlah Kaliumdihidrogen fosfat 
250 x A = 60 x 50
     A      = 12 ml
Jumlah NaOH
250/200 x 5,6 ml = 7 ml
2.      Buffer pH 7
Jumlah Kalium dihidrogen fosfat
250 x A = 60 x 50
      A     = 12 ml
Jumlah NaOH
250/200 x 29,1 ml = 36,375 ml
3.      Buffer pH 8
Jumlah Kalium dihidrogen fosfat
250 x A = 60 x 50
   A       = 12 ml
Jumlah NaOH
250/200 x 46,1 ml = 57,625 ml
4.      Kalium dihidrogen fosfat
Jumlah KH2SO4
27,218 / 1000 x 250 = 6,8045 g
5. NaOH 0,2 N
Jumlah NaOH
8 N x A = 0,2 x 250
   A        = 6,25 ml
BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum pembuatan pereaksi yang di lakukan , dapat disimpulkan bahwa :
  1. Pada pembuatan larutan buffer pH 6 sebanyak 250 ml , dibutuhkan 12 ml Kalium dihidrogen fosfat dan 7 ml NaOH 0,2 N
  2. Pada pembuatan larutan buffer pH 7 sebanyak 250 ml,  dibutuhkan 12 ml Kalium dihidrogen fosfat dan 36,375 ml NaOH 0,2 N
  3. Pada pembuatan larutan buffer pH 8 sebanyak 250 ml,  dibutuhkan  12 ml  Kalium dihidrogen fosfat dan 57,625 ml NaOH 0,2 N
  4. Pada pembuatan larutan Kalium dihidrogen fosfat sebanyak 250 ml,  dibutuhkan 6,8045 g KH2SO4
  5. Pada pembuatan larutan NaOH 0,2 N sebanyak 250 ml dibutuhkan 6,25 ml NaOH 8 N
  6. Pada pembuatan alfa-Naftol sebanyak 25 ml, dibutuhkan alfa-Naftol 0,25 g dan 250 ml etanol.
VI.2 Saran
Sebaiknya alat alat laboratorium lebih dilengkapi lagi, khususnya  timbangan agar praktikum berjalan lebih efektif.  


                                                           
DAFTAR PUSTAKA
1.      Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III . DepKes RI. Jakarta
2.      Anief, Moh. 1984. Ilmu Meracik Obat. Gajah Mada University Press. Yogyakarta
3.      C. Howard, Ansel. 1989. Pengantar bentuk sediaan Farmasi. UI Press . Jakarta.
4.      Martin, Alfred, dkk. 1990. Farmasi fisika jilid I . UI Press. Jakarta
5.      Tim penyusun . 2004. Kimia Dasar. Universitas Muslim Indonesia . Makassar


0 comments:

Post a Comment