BAB
I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Larutan mempunyai peranan penting
dalam berbagai proses yang berlangsung disekitar kita. Cairan tubuh manusia
merupakan larutan beraneka ragam senyawa kimia. Semua zat makanan, sebelum di
sebarkan oleh darah ke seluruh tubuh, diubah dulu menjadi zat yang mudah larut.
Tumbuh tumbuhan mengambil makanan dan mineral dari tanah dalam bentuk larutan.
Air laut tiada lain adalah larutan berbagai mineral yang berasal dari kulit
bumi. Di laboratorium dan dibidang industri, sebaagian besar zat direaksikan
dalam bentuk larutan.
Larutan didefinisikan sebagai campuran homogen antara dua atau lebih zat.
Suatu larutan tersususn dari komponen pelarut yang jumlahnya banyak, serta
komponen zat terlarut yang jumlahnya sedikit.
Larutan = pelarut + zat terlarut.
Pelarut yang paling umum dimuka bumi
ini adlah air. Disamping karena jumlahnya berlimpah (72 % luas permukaan bumi diselimuti oleh air
), air memiliki kemampuan sangat besar untuk melarutkan berbagai macam zat.
Oleh karena itu, percobaan kita sebagian besar akan terpusat pada larutan dalam
air.
I.2 Maksud dan
tujuan
I.2.1 Maksud percobaan
Adapun maksud dari percobaan ini
adalah untuk membuat larutan pereaksi.
I.2.2 Tujuan percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah
1.
Membuat larutan buffer pH 6, pH
7 dan pH 8
2.
Membuat larutan alfa Naftol
I.3 Prinsip percobaan
Prinsip percobaan ini adalah dengan
membuat suatu larutan pereaksi buffer dan alfa naftol yang tersusun dari komponen pelarut yang jumlahnya
banyak serta komponen zat terlarut yang jumlahnya sedikit yang akan digunakan pada percobaan
karbohidrat,reaksi uji protein, reaksi reaksi spesifik asam amino dan protein.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori umum
Larutan merupakan campuran homogen
antara dua komponen zat atau lebih. Tiap tiap komponen bisa berupa gas, cair
atau padat. Ada
dua komponen yang paling penting dari suatu larutan yaitu komponen zat pelarut
dan zat terlarut, dimana komponen zat pelarut lebih banyak dibanding komponen
zat terlarut (3 ).
Untuk menentukan
banyaknya zat terlarut dan pelarut dalam suatu larutan digunakan istilah “
kosentrasi larutan “. Kosentrasi larutan dapat dipakai untuk menentukan aspek
kualitatif dan kuantitatif. Istilah encer dan pekat digunakan untuk menentukan
aspek kualitatif. Larutan yang mengandung sedikit zat terlarut disebut larutan encer, sebaliknya larutan
yang mengandung banyak zat terlarut
disebut larutan pekat. Apabila dua atau lebih komponen yang dicampurkan dan membentuk campuran homogen,
larutan yang dihasilkan dapat berupa larutan fase gas, cair atau padat.
Sehingga biasa disebut larutan gas, larutan cair, dan larutan padat. Banyak
alloy dan semikonduktor dapat dimasukkan kedalam larutan padat. Atom atom logam
terlarut, tersebar secara acak dan merata dalam atom atom logam lain. Campuran
gas dalam pelarut padat tidak begitu jelas, misalnya logam paladium melarutkan
gas gas hydrogen dalam jumlah yang cukup banyak. Hal ini telah dijelaskan
dengan proses terikatnya molekul molekul hydrogen, pada permukaan logam palladium,
proses ini disebut adsorbsi (4).
Sifat larutan yang tergantung pada
banyaknya zat terlarut dalam satu larutan dan sama sekali tidak ditentukan zat
terlarut, yang meliputi (5):
1.
Penurunan tekanan uap jenuh
2.
Kenaikan titik didih
3.
Penurunan titik beku
4.
Tekanan osmotic
Konsentrasi larutan menyatakan
banyaknya zat terlarut dalam suatu larutan. Satuan kosentrasi larutan yang
paling banyak dipakai dalam ilmu kimia adalah molar. Sebagian besar larutan
yang dijumpai di laboratorium dinyatakan kosentrasinya dalam satuan molar (M)
(2).
Kemolaran adalah jumlah zat zat
terlarut dalam tiap liter (dm3) larutan, atau jumlah mmol zat
terlarut dalam tiap ml (cm3 )
larutan (3)
M = mol zat terlarut /
volume larutan ( dm3)
|
M = mmol zat terlarut / volume larutan (cm3)
|
Dari persamaan diatas dapat kita
jabarkan beberapa persamaan sebagai berikut.
M = (1000/ml ) x mol zat terlarut
|
M = (1000/ml ) x g/Mr
|
Dimana
g : berat zat terlarut (gram )
Mr : berat molekul relatif zatr terlarut
Mol zat terlarut = M x V
|
mmol zat terlarut = ml x V
|
Di laboratorium, kita sering harus mengencerkan suatu larutan yang pekat, untuk memperoleh
kemolaran yang dikehendaki. Perlu diingat bahwa yang dimaksudkan pengenceran
adalah penambahan pelarut (air ) tanpa menambah zat terlarut. Karena volume
larutan yang bertambah , sedangkan jumlah zat terlarut tetap, maka setiap
pengenceran pasti memperkecil kosentrasi (3).
V1 x M1 = V2 x M2
|
Dimana :
V1 =
Volume sebelum pengenceran
M1 = kosentrasi sebelum pengenceran
V2 =
volume setelah pengenceran
M2 = kosentrasi setelah pengenceran.
Kadang kadang kita membuat suatu larutan dengan cara
mencampurkan dua larutan yang kemolarannya berbeda, dalam hal ini berlaku
hubungan (5) :
M campuran = (V1 x M1 + V2 x M2) : ( V1 + V2 )
|
Disamping kemolaran, kita perlu mengenal beberapa kosentrasi lainnya
yaitu (4):
1.
Kemolalan (m)
Kemolalan adalah jumlah mol zat terlarut dalam
setiap 1000 g pelarut.
m = (1000/P ) x mol zat terlarut
|
Dimana : P = berat pelarut (g)
Satuan molal (m)
dipakai pada eksperimen yang melibatkan perubahan suhu, seperti menentukan
titik didih dan titik beku larutan. Untuk percobaan seperti ini, satuan molar
tidak cocok dipakai , sebab volume larutan dipengeruhi oleh suhu. Adapun satuan
molal (m) sama sekali tidak mempengaruhi atau memperhitungkan volume, melainkan
memperhitungkan massa
yang tidak tergantung pada suhu.
2.
Fraksi mol (X)
Fraksi mol adalah perbandingan jumlah mol
suatu zat terhadap jumlah total mol seluruh zat yang menyusun larutan.
X = Mol zat terlarut / mol
seluruh zat
|
3.
Persentase Berat
Persentase berat
adalah jumlah gran zat terlarut dalam setiap 100 gram larutan
% = ( g zat terlaarut / g larutan ) x 100 %
|
Satuan % dapat kita
ubah menjadi molar (M), melalui hubungan sebagai berikut larutan Q % zat = Q gram zat dalam 100 fram larurtan.
Q gram zat = ( Q/Mr ) x mol
|
M = (10 x Q x Bj ) : Mr
|
Dimana : M=
kemolaran
Q=persen berat
BJ=berat jenis larutan
Mr=massa
molar
4.
Normalitas (N)
Normalitas didefinisikan sebagai jumlah
larutan yang mengandung ekivalen zar terlarut setiap volume larutan 1 dm3.
secara sederhana normal (N) dapat dinyatakan sbb:
N = n x M
|
N = g ekivalen zat terlarut / Volume larutan
|
N = n (Berat zat terlarut /
|
11.2. URAIAN BAHAN
1. Buffer PH 5 111 hal 686)
Sinonim : dapar atau penyangga
Pemerian : serbuk
hablur putih
Kelarutan : larut
perlahan lahan dalam air, larutan jernih, tidak berwarna.
2. Buffer PH 6 (F1 111 hal 687)
Sinonom
: Dapar atau penyangga
Kelarutan : mudah larut dalam air
Pemerian
: serbuk hablur putih
3.
Buffer PH 7 (f1.111 hal 687)
Sinonim : Dapar
atau penyanggah
Pemerian : serbuk hablur putih
Kelarutan : mudah larut dalam air
4.
Buffer PH 8 (f1.111. hal 687)
Sinonim : dapar / penyanngah
Pemerian : serbuk hablur putih
Kelarutan : mudah larut dalam air
5.
Alfa – Naftol (f1 III hal 708)
Nama lain : Alfa
naftol
Pemerian : hablur tidak berwarna /putih , serbuk
hablur putih bau khas.
Kelarutan : larut dalam 5 bagian atanol (95%) P
membentuk larutan, tidak lebih dari agak keruh, tidak berwarna.
6.
NaOH ( FI III hal 412 )
Nama resmi :
Natrii hydroxydum
Nama lain : Natrium hidroksida
BM / RM : 40,0 / NaOH
Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keping, kering, keras,
rapuh, dan menunjukan susunan hablur putih, mudah meleh basah, sangat alkalis
dan korosif, segera menyerap karbondioksida.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan
etanol (95 % ) p
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pereaksi
7.
Kalium dihidrogen fosfat ( FI
III hal 687 )
Nama resmi : Kalii dihidrogen
fosfat
Nama lain : Kalium
dihidrogenfosfat
RM : KH2PO4
Pemerian : Serbuk hablur
putih
Penyimpanan : Dalam wadah
tertutup baik
Kegunaan : Sebagai
pereaksi
BAB III
METODE
KERJA
III.1 Alat dan bahan
III.1.1 Alat yang
digunakan
1.
Botol semprot
2.
Corong
3.
Erlemeyer 100 ml
4.
Gelas kimia 100 ml
5.
Gelas ukur 10 ml
6.
Gelas arloji
7.
Labu ukur 200 ml
8.
Pipet tetes
III.1.2 Bahan yang
digunakan
1.
Air suling
2.
Alfa- Naftol
3.
Etanol
4.
Kalium dihidrogenfosfat 0,2 M
5.
KH2SO4
6.
NaOH 0,2 N
III.2 CARA KERJA
1.
Buffer pH 6 (F1.III hal 755)
Dibuat dengan mencampur 12,0 ml kalium
dihydrogenfosfat 0,2 M dengan 7 ml NaOH 0,2 N dan diencerkan dengan air bebas
karbondioksida p secukupnya hingga 250 ml.
2.
Buffer pH 7 (F1.III. hal 351)
Dibuat dengan mencampur 12,0 ml kalium
dihidrogenfosfat 0,2 M dengan 36,375 ml NaOH 0,2 N dan diencerkan dengan air
bebas karbodioksida P secukupnya hingga
250 ml.
3.
Buffer pH 8 ( FI III hal 355 )
Dibuat dengan mencampur 12,0 ml Kalium dihidrogenfosfat 0,2 M dengan 57,625
ml NaOH 0,2 N dan diencerkan dengan air bebas karbondioksida P secukupnya
hingga 250 ml .
4.
Alfa-Naftol (FI III hal 758 )
Dibuat
dengan melarutkan 0,25 g alfa-Naftol kedalam etanol (95 % ) p dan
dicukupkan hingga 25 ml .
5.
Kalium dihidrogen fosfat 0,2 M
Dilarutkan 6,8045 g KH2SO4
dalam air bebas karbondioksida dan di
cukupkan hingga 250 ml.
BAB IV
HASIL
PENGAMATAN
IV.1 TABEL
No
|
Senyawa
|
Berat / volume
|
1.
|
Etanol
|
25 ml
|
2.
|
Kalium dihidogen fosfat
|
6,8045 g KH2SO4
|
3.
|
Alfa-Naftol
|
0,25 g alfa-Naftol
|
4.
|
NaOH 0,2 M
|
6,25 ml NaOH 6 N
|
5.
|
Buffer pH 6
|
12 ml Kalium dihirogen fosfat dan 7 ml NaOH 0,2 M
|
6.
|
Buffer pH 7
|
12 ml Kalium dihirogen fosfat dan 36,375 ml NaOH 0,2 N
|
7. Buffer pH 8 12 ml Kalium dihidrogen
fosfat
dan 57,625 ml
NaOH 0,2 M
IV.2 Perhitungan
1.
Buffer pH 6
Jumlah Kaliumdihidrogen fosfat
250 x A = 60 x 50
A = 12 ml
Jumlah NaOH
250/200 x 5,6 ml = 7 ml
2.
Buffer pH 7
Jumlah Kalium dihidrogen fosfat
250 x A = 60 x 50
A = 12 ml
Jumlah NaOH
250/200 x 29,1 ml = 36,375 ml
3.
Buffer pH 8
Jumlah Kalium dihidrogen fosfat
250 x A = 60 x 50
A = 12 ml
Jumlah NaOH
250/200 x 46,1 ml = 57,625 ml
4.
Kalium dihidrogen fosfat
Jumlah KH2SO4
27,218 / 1000 x 250 = 6,8045 g
5. NaOH 0,2 N
Jumlah NaOH
8 N x A = 0,2 x 250
A
= 6,25 ml
BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum
pembuatan pereaksi yang di lakukan , dapat disimpulkan bahwa :
- Pada pembuatan
larutan buffer pH 6 sebanyak 250 ml , dibutuhkan 12 ml Kalium dihidrogen
fosfat dan 7 ml NaOH 0,2 N
- Pada pembuatan
larutan buffer pH 7 sebanyak 250 ml, dibutuhkan 12 ml Kalium dihidrogen fosfat
dan 36,375 ml NaOH 0,2 N
- Pada pembuatan
larutan buffer pH 8 sebanyak 250 ml, dibutuhkan 12 ml
Kalium dihidrogen fosfat dan 57,625 ml NaOH 0,2 N
- Pada pembuatan
larutan Kalium dihidrogen fosfat sebanyak 250 ml, dibutuhkan 6,8045 g KH2SO4
- Pada pembuatan
larutan NaOH 0,2 N sebanyak 250 ml dibutuhkan 6,25 ml NaOH 8 N
- Pada pembuatan
alfa-Naftol sebanyak 25 ml, dibutuhkan alfa-Naftol 0,25 g dan 250 ml
etanol.
VI.2 Saran
Sebaiknya alat alat
laboratorium lebih dilengkapi lagi, khususnya
timbangan agar praktikum berjalan lebih efektif.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi
III . DepKes RI . Jakarta
2.
Anief, Moh. 1984. Ilmu Meracik
Obat. Gajah Mada University
Press. Yogyakarta
3.
C. Howard, Ansel. 1989.
Pengantar bentuk sediaan Farmasi. UI Press . Jakarta .
4.
Martin, Alfred, dkk. 1990. Farmasi
fisika jilid I . UI Press. Jakarta
5.
Tim penyusun . 2004. Kimia
Dasar. Universitas Muslim Indonesia
. Makassar
0 comments:
Post a Comment