BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Berbagai macam obat dapat
mempengaruhi terjadinya lesi dalam mukosa mulut. Reaksi peradangan pada mukosa
mulut karena pemberian obat. Reaksi ini ditemukan terkait dengan obat-obatan
yang di gunakan secara lokal maupun sistemik. Reaksi alergi umum dari mukosa
mulut adalah erythema multiformae yang ditandai dengan banyak ulserasi
diseluruh rongga mulut. Pemyakit ini dapat mengancam jiwa dan fulminan seperti
Steven Johnson Syndrome & Toxic Epidermal Necrolysis. Obat-obatan yang
paling sering dikaitkan adalah antibiotik seperti penicilin, sulphanamides,
tetrasiklin, NSAIDS, sulphanomides, carbamazepine, barbiturat, dll.
Stomatitis medikamentosa adalah
lesi oral yang jarang ditemui, dan biasanya di sebabkan oleh pemberian obat
secara sistemik. Lesi dapat bervariasi dari penyebaran eritema ke daerah luas
ulserasi dengan atau tanpa vesikel atau formasi bula. Lesi biasanya melibatkan
gingiva, palatum, bibir dan lidah.(1)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Stomatitis Medikamentosa
Stomatitis
medikamentosa adalah berbagai reaksi sensitivitas setelah intake obat-obatan
sistemik dan obat kimia lainnya pada dosis normal, akan tetapi tidak terkait
dengan aktivitas toksisitas obat-obatan (1).
2.2
Etiologi
Reaksi hipersensitivitas
pada penggunaan obat-obatan secara sistemik (2). Beberapa golongan obat
memiliki kecenderungan menyebabkan reaksi alergi dibanding obat lain, serta
beberapa pasien mempunyai potensi lebih untuk bereaksi terhadap obat.
Stomatitis ini dapat timbul di area manapun dari tubuh, biasanya melibatkan
kulit, namun dapat juga melibatkan mukosa oral.
2.3
Patofisiologi
Istilah alergi digunakan untuk mendefinisikan reaksi
imun spesifik terhadap satu atau lebih subtansi eksogen yang disebut allergen.
Sistem imun terdiri dari dua komponen fungsional:
komponen adaptif dan sebuah kompenen bawaan. Sistem imun bawaan terletak dalam organ seperti
kulit dan mukosa. Ketika sebuah antigen memasuki tubuh, sel T membantu secara khusus
(Sel Th) yang menanggapi materi asing dengan dua cara yaitu respon Th1
dan respon Th2. IgE dikaitkan dengan respon Th2 yang
umumnya terjadi segera setalah terpapar. Gejala klinis reaksi IgE adalah karena
reaksi Inflamasi Th2 cytokinin. Antibodi IgE juga memulai
serangkaian reaksi yang menghasilkan pelepasan mediator inflamasi seperti
histamine, protein C-Reaktif dan bahan kimia lainnya dari sel-sel khusus yang
disebut Sel Mast. Peran Sel Mast dalam inflamasi jaringan alergi diketahui
dengan baik. Interleukin (IL)-4 terhadap stem cell factor (SCF) mengatur status fungsional sel mast dan
meningkatkan pelepasan mediator yang bergantung pada IgE (3)
Gambar : Kasper.,
Braunwald., Fauci dkk. 2005. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th
edition. New York : McGraw-Hill. P 1948
2.1
Gambaran
Klinis
Eritema
Nonspesifik secara umum, vesikel, dan ulser lainnya spesifik pada pola reaksi rongga mulut. Beberapa
pasien mengeluhkan rasa gatal, terbakar atau sakit parah dengan ringan sampai
keluhan sistemik sedang (2).
Stomatitis
medikamentosa dicirikan berdasarkan reaksi alergi tipe I oleh adanya edema
Quinke (Angiodema). Pada reaksi alergi tipe I juga menyebabkan reaksi urtikaria
pada kulit dalam bentuk papula eritematosa disertai pruritus atau sensasi
gatal. Mukosa yang terkena menunjukkan distribusi lesi tersebar yang bervariasi
dalam tampakan beberapa area eritema, sampai area erosi atau ulserasi yang
luas. Pasien akan mengeluh sensasi terbakar dengan sensasi terbakar dengan
sensasi rasa yang berubah dan kesulitan menelan (3).
2.1
Histopatologi
Gambar : Cawson,
Odell. 1993. Colour Guide Oral Pathology. London : Churchill Livingstone. P-71
2.2
Perawatan
Agen penyebab
dihentikan dan jika obat diperlukan dapat diganti dengan menyediakan obat
dengan hasil terapi yang sama. Lesi lokal ringan dapat di kurangi dengan
pemberian kortison topikal dan antihistamin. Sementara jika ada infeksi
sekunder dapat dicegah dengan pemberian obat germicidal. Secara umum dan lesi
berat dapat digunakan adrenalin atau steroid sistemik (3).
BAB III
KESIMPULAN
Reaksi
obat yang merugikan dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Ini dapat di minimalkan jika dokter gigi mengikuti langkah-langkah ini :
sebelum menulis resep, dokter harus bertanya apakah pasien memiliki riwayat
alergi terhadap obat, hindari meresepkan semua obat jika pasien memiliki
alergi. Jika pasien datang dengan ulserasi akut dengan edema wajah dengan
penggunaan obat-obatan, obat harus segera di berhentikan. Dokter harus
memberikan edukasi mengenai obat-obatan yang dapat menyebabkan alergi. Pasien
juga diinstruksikan untuk selalu menginformasikan alergi obatnya setiap kali ia
berkunjung ke dokter umum maupun dokter gigi.
DAFTAR PUSTAKA
1. C
Pravda, et al. 2014. Stomatitis Medicamentosa: A Case Report With Review.
Journal of Oral Hygiene & Health. India: Department of Oral Medicine and
Radiology Sathybama University Dental College. Vol.2(2). P-2
2. Tack
Alan D., Roger S Roy. 2002. Oral Drug Reaction. United Stated: Dermatologic
Therapy. Vol.12.No.236-250
3. Md
Shaik, et al. 2012. Stomatitis Medicamentosa – A Case Report. Int J Oral-Med
Sci. New Delhi. Vol.11 (1). P 57-61.
4. Kasper.,
Braunwald., Fauci, et al. 2005. Harrison’s Principles of Internal Medicine.
16th edition. New York : McGraw-Hill. P 1948
5. Osterna,
et al. 2009. Management of Erytema Multiforme Associated With Reccurent Herpes
Infection: A Case Report. JCDA. Vol.5(8). P-597
0 comments:
Post a Comment